Morotai Maluku Utara, DetikterkinNews – Akademisi yang juga mantan anggota Bawaslu Maluku Utara (Malut) Aslan Hasan S.H.,M.H kembali menyoroti polemik dokumen syarat bakal Pasangan Calon (Paslon) Bupati pada Pilkada Morotai 2024.
Aslan menilai KPU harusnya lebih mencermati dan melakukan penelitian terkait syarat Calon Bupati sebagaimana perintah Undang-Undang maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
“KPU harus lebih cermat dalam menilai dan memahami, jenis dan bentuk dokumen syarat calon yang diperlukan, setiap dokumen yang diterbitkan ditujukan untuk menerangkan setiap item yang ditentukan sebagai syarat calon dalam undang-undang maupun PKPU pencalonan,” tukas Aslan kepada Detikwan, Jumat (20/09/2024)
Menurutnya, apabila dokumen yang diterbitkan sama sekali tidak menerangkan keadaan yang diperlukan sebagai syarat calon, maka dokumen tersebut tidak bisa digunakan karena cacat substansi, maka KPU perlu mencermati dan melakukan penelitian.
“Jadi masalahnya bukan soal status Bakal Calon pada perkara tertentu, tapi apakah produk dokumen yang diterbitkan oleh Pengadilan sudah sesuai format yang diperlukan dan benar-benar menerangkan keadaan yang dibutuhkan atau tidak? Jika tidak sesuai maka dengan sendirinya tidak bisa digunakan,” terangnya
Sebagai Akademisi dan mantan penyelenggara, pihaknya menilai, dokumen syarat calon dari salah satu bakal calon yang saat ini beredar di publik Morotai sama sekali tidak menerangkan konteks dan keadaan yang diterangkan sebagai syarat calon yakni tidak memiliki tanggungan utang baik Individu maupun badan hukum.
Selain itu, Aslan juga menepis, statemen salah satu Akademisi yang menyebutkan bahwa Bakal Calon tersebut secara hukum tidak lagi memiliki tanggungan hutang karena perkara yang pernah ditangani telah berakhir dengan perdamaian serta beban ganti rugi yang saat itu diputuskan oleh pengadilan merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah (Pemda).
“Saya berpendapat, justru hal ini lebih mempertegas bahwa objek hutang tersebut merugikan keuangan negara kerena beban pembayarannya diserahkan ke pemda,”pungkasnya
Perlu juga diketahui, lanjut Aslan, jika benar tanggungjawab atas ganti rugi dimaksud dialamatkan ke Pemda, maka mestinya yang menjadi pihak dalam perjanjian damai dimaksud bukan person tapi Pemda Morotai.
“Pertanyaannya, apabila benar ada perdamaian di tahun 2016 sebagaimana diterangkan oleh pengadilan, maka perlu ditelusuri siapa yang bertindak sebagai pihak yang mewakili Pemda Morotai, sebab saat itu tergugat dalam hal ini Bupati Pulau Morotai sudah ditahan oleh KPK di 2016,” tanya Aslan sembari menutup
(Endi/red)