Komunitas Pager Piring Magelang Gelar Nonton Bareng Film Dokumenter dan Diskusi Toleransi

Kota Magelang Jateng, DetikterkinNews – Komunitas Pager Piring Magelang bersama Paduan Suara Svara Bhinneka Magelang menggelar nonton bareng film dokumenter “The Sultan and The Saint” di Aula Gereja St. Ignatius Kota Magelang, Sabtu (09/11/2024). Kegiatan yang dilanjutkan diskusi toleransi tersebut dalam rangka menyambut Hari Toleransi Internasional yang diperingati setiap tanggal 16 November.

 

Kegiatan dihadiri oleh berbagai komunitas, di antaranya dari perwakilan Masjid Agung Kauman, Gereja GPIB, Gereja Immanuel, TITD Klenteng Liong Hok Bio, Jamaah Kopdariyah, Yayasan Amanah Qolbu Indonesia, Komunitas Suster Magelang. Kemudian dari Seminari Mertoyudan, Ponpes Selamat,  Mafindo Magelang Raya, serta Paduan Suara Svara Bhinneka dan Komunitas Pager Piring.

Ketua Penyelenggara kegiatan, Greg Wijaya dari Pager Piring berharap peringatan Hari Toleransi Internasional terus menginspirasi para pejuang toleransi.

“Sehingga mampu terus berjuang dan terus berdoa untuk terwujudnya toleransi di muka bumi ini,” ujarnya.

Diketahui, film “The Sultan and The Saint” adalah film berlatarbelakang Perang Salib yang telah berjalan 120 tahun. Dikisahkan, dalam kecamuk Perang Salib tersebut ada suatu peristiwa yang sangat menginspirasi umat manusia tentang nilai toleransi dan perdamaian.

Kisahnya dalam episode ketika Sultan Malik al Kamil saat itu sebagai Sultan Mesir berupaya mencari peluang untuk bertemu Santo Fransiscus Asisi di tengah kecamuk Pelang Salib ke-10. Akhirnya mereka bertemu dan saling bertukar pikiran untuk menyudahi peperangan selama 120 tahun itu. Puncaknya saat pasukan Nasrani terjebak banjir di bantaran Sungai Nil terperangkap lumpur selama berhari-hari sampai menjadi lemah dan habis kekuatannya. Jika saat itu diserang maka sudah tidak berdaya lagi.

Tapi apa yang dilakukan pasukan Sultan Malik al Kamil, justru malah mereka mengirimkan bantuan makanan untuk tentara Fransiscus Asisi yang kelaparan. Di situlah tonggak perdamaian dan inspirasi toleransi bagi dunia.

Kejadian pada delapan abad yang lalu ini kemudian terulang saat Sultan Doha bertemu Paus Fransiscus dan menghasilkan Piagam Doha. Hal ini berlanjut lagi pada September 2024 saat Paus Fransiscus berkunjung ke Masjid Istiqlal Jakarta bertemu Nazarudin Umar saat itu Imam Besar Masjid Istiqlal. Keduanya bertemu berpelukan dan saling cium tangan dan kepala Sri Paus Fransiskus.

Setelah penayangan film “The Sultan and The Saint” (Santo) dilanjutkan diskusi ringan dengan narasumber Gus Hafidz Fuadi Masrur (dari PC NU Kabupaten Magelang), Romo Yustinus Andi Muda (dari Seminari Mertoyudan).

Ulasan tentang film “The Sultan and The Saint” (Santo) menurut Gus Hafidz adalah berbicara nilai tertinggi yang bukan hanya agama tetapi kemanusiaan. Di mana agama hakikatnya memiliki nilai memanusiakan manusia.

Narasumber Diskusi Toleransi, Gus Hafidz Fuadi Masrur dari PC NU Kabupaten Magelang, dan Romo Yustinus Andi Muda dari Seminari Mertoyudan. (foto: Atik)

“Sungguh sangat keliru orang saling membunuh atas nama agama. Manusia adalah makhluk yang diberikan akal dan nafsu tidak seperti malaikat yang dianugerahi akal saja, dan setan yang hanya diberikan nafsu saja. Maka, manusia yang mampu menundukkan nafsunya di bawah hati nuraninya adalah manusia yang mulia dan pasti bisa memanusiakan manusia,” ujar Gus Hafidz.

Sementara Romo Yustinus mengulas bahwa 2 tokoh dalam film tersebut adalah 2 orang suci yang menyadari dirinya sebagai manusia. Sehingga memiliki rasa untuk memanusiakan manusia,

Acara edukasi toleransi ini dimeriahkan pula oleh Paduan Suara Svara Bhinneka yang melantunkan lagu “Ayo Rukun Bersatu”. Spontan para hadirin pun turut menyanyi.

Acara nonton bareng film “The Sultan and The Saint” dan diskusi toleransi tersebut berjalan penuh keakraban dan kekeluargaan. Acara ditutup doa lintas iman yang dipimpin oleh Agus S. Syuwhada dari Svara Bhinneka Magelang. (Atik/Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *