Bekasi Jawa Barat, DetikterkinNews – Polisi menetapkan dua guru ngaji berinisial S (29) dan MHS (51), di Kabupaten Bekasi, sebagai tersangka dalam kasus pelecehan terhadap 3 santri. Kepada polisi, keduanya mengaku mencabuli murid yang masih di bawah umur sejak empat tahun terakhir.
Wakapolres Metro Bekasi Saufi Salamun mengatakan, dua tersangka itu berinisial S (51) alias Sudin bin Mulin dan MHS (29) alias Muhammad Hadi Sopyan. Keduanya berstatus ayah dan anak yang mengelola pengajian tersebut.
Saufi menyebut, dalam kasus ini ada tiga orang korban berbeda yang membuat laporan ke Polres Metro Bekasi.
“Tindak pidana ini terungkap pada September 2024 usai orang tua korban yang menjadi santri melaporkan kepada kepolisian Polres Metro Bekasi,” katanya saat konferensi pers di Polres Metro Bekasi, Senin (30/9/2024).
Adapun kedua tersangka ini, kata Saufi, sebagai pemilik dan guru tempat belajar mengaji.
“Tersangka sudin sebagai pemilik dan guru di tempat belajar mengaji. Keduanya masih ada hubungan darah,” ucapnya.
Saufi menuturkan peristiwa pencabulan ini berlangsung sejak tahun 2020 silam, hingga tahun 2024.
“Kejahatan ini berdasarkan pengakuan terjadi sejak 2020 hingga sekarang. Barang bukti pakaian dari korban dan jumat kemarin kita melakukan olah tkp,” tuturnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi, Kompol Sang Ngurah Wiratama menjelaskan bahwa lokasi kejadian bukanlah ponpes, melainkan tempat pengajian di mana tersangka S (52) dan MHS (29) berperan sebagai guru.
Karena beberapa murid kerap menginap berhari-hari di tempat tersebut, warga setempat menyebutnya sebagai ponpes.
“Pada dasarnya memang di sana belum bisa kita bilang ponpes, karena secara surat izin legalitas dan sebagainya belum ada,” katanya.
Wira juga memastikan bahwa kedua tersangka memiliki hubungan keluarga, yakni sebagai bapak dan anak. Mereka telah membuka tempat pengajian tersebut selama tiga tahun terakhir. Saat ini, lokasi tersebut sudah dipasangi garis polisi.
Ia mengimbau masyarakat agar memastikan legalitas tempat pendidikan seperti pondok pesantren sebelum menempatkan keluarga, khususnya anak-anak, untuk menempuh pendidikan agama.
“Untuk masyarakat imbauan kami untuk lebih berhati-hati dalam menempatkan dan mengirim keluarganya kepada yang terutama pesantren yang belum ada surat izinnya dan sebagai nya harus lebih hati hati dan bijaksana dalam memilih tempat tersebut,” ungkapnya. (Kikih/Red)