Morotai Maluku Utara, DetikterkinNews – Pengamat Pilkada Morotai, Djidon Ngoloisa, SH.,M.Kn menyoroti KPU Morotai dalam melaksanakan tugas negara.
Kepada DetikterikinNews, minggu (22/09/2024) Djidon membeberkan, baru saja kita mendengar bahwa telah diumumkannya para peserta Calon Bupati beserta wakilnya yang lolos dalam penelitian dan verifikasi berkas pada tanggal 14 Agustus 2024 lalu.
Ada hal yang menarik dalam penelitian dan verifikasi berkas persyaratan untuk maju sebagai Calon Bupati dan wakil Bupati di Kabupaten Pulau Morotai, yaitu semua peserta secara administrasi lulus.
Padahal, di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 1 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas PKPU No 3 tahun 2017 tentang pencalonan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota tercantum pada Pasal 4 huruf (L) menyatakan “Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara”.
Perlu diketahui, dengan dimunculkan persyaratan ini adalah sebagai bentuk pencegahan kepada seseorang yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah apabila memiliki tanggungan hutang, sebab sangat berpotensi yang bersangkutan dapat melakukan tindak pidana korupsi yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kembali kepada persyaratan tadi, sesuai dengan kewenangan yang mengeluarkan surat keterangan tidak berutang/berutang itu adalah Pengadilan Negeri (SEMA No 3 tahun 2016 tentang Permohonan Surat Keterangan bagi Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Pengadilan).
Ada beberapa calon yang sudah mendapatkan surat keterangan diantaranya, Deny Garuda dengan SK No : 158/KT/08/2024/PN Tob. Tanggal 26 Agustus 2024, Drs. Syamsudin Banjo Msi dengan SK No : 92/KPN.W28-U2/SKET.HK/08/2024 oleh Pengadilan Tinggi Maluku Utara tanggal 22 Agustus 2024, M Qubais Baba dengan No : 156/KT/08/2024/PN Tob. Tgl 26 Agustus 2024, dan Judi Robert Efendis Dadana dengan SK No : 150/KT/08/2024/PN Tob. Tanggal 23 Agustus 2024.
Isi dari format KPU secara umum sama yaitu “Berdasarkan hasil pemeriksaan Register Induk Perdata pada Pengadilan Negeri, menerangkan bahwa yang bersangkutan tidak sedang, memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara berdasarkan keputusan Pengadilan Neger yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Namun ada keanehan didalam surat keterangan yang dikeluarkan oleh PN Tobelo milik Cakada Rusli Sibua yang tertuang dalam SK No : 142 /KT/08/2024/PN Tob. Tanggal 19 Agustus 2024 yang isinya tidak menyatakan secara tegas, apakah calon tersebut tidak memiliki hutang atau memiliki hutang, hanya menjelaskan bahwa yang bersangkutan tercatat memiliki perkara perdata.
Dalam persyaratan yang diminta adalah surat keterangan tidak berhutang, namun faktanya surat keterangan milik Rusli Sibua tidak menjelaskan hal tersebut (berutang/tidak) sehingga secara format surat yang diminta sebagai persyaratan tersebut tidak memenuhi syarat sesuai PKPU pasal 4 huruf l, apabila KPU menyatakan sendiri yang bersangkutan tidak memiliki hutang secara pribadi/badan hukum maka terjadi kesalahan dalam menafsirkan.
Padahal publik mengetahui bahwa Rusli Sibua pernah bermasalah perdata dengan PT MMC dan tertuang dalam Putusan Perdata PN Tobelo No 28/Pdt.G/2012/PN TBL tanggal 17Juli 2013 dan dikuatkan juga dalam Putusan Kasasi No: 1688K/Pdt/2014 Mahkamah Agung (MA) tanggal 30 September 2015 dimana kerugian PT MMC kurang lebih Rp, 92 miliar dan menghukum 7 orang tergugat (termasuk salah satunya Rusli Sibua) untuk mengganti kerugian secara tunai dan sekaligus.
Semestinya yang menafsirkan surat keterangan tersebut adalah pembuatnya atau ahli hukum yang berkompeten dan netral. Untuk itu, KPU Kabupaten Pulau Morotai bisa dikatakan tidak netral karena memutuskan serta menafsirkan sendiri terkait polemik surat keterangan (Rusli Sibua) yang dikeluarkan oleh PN Tobelo.
Apabila KPU Morotai tidak berhati-hati dan bertindak semaunya, maka ada kemungkinan pihak yang merasa dirugikan membawa permasalahan tersebut ke Bawaslu, PTUN maupun Mahkamah Konstitusi (MK). Dan para penyelenggara (KPU) pasti dilaporkan juga ke DKPP untuk memperoleh rasa keadilan.
“Pertanyaannya apakah bisa KPU dalam melaksanakan tugas negara memakai standard ganda?” Tanya Djidon sembari menutup
(Endi/red)